Gambar: Ilustrasi Manusia Zaman Prasejarah saat Bercocok Tanam
Sumber: libcom.org (via kompas.com)

Masa bercocok tanam disebut juga sebagai suatu revolusi pertama yang sangat besar dalam peradaban umat manusia. Pada masa bercocok tanam, kebudayaan bercorak neolitik Indonesia, berdasarkan pertanggalan pollen di Danau Padang serta Situ Gunung, diketahui di Indonesia telah berkembang kegiatan bercocok tanam di ladang, sekitar  2000 sampai 1000 tahun Sebelum Masehi.

Sekitar 1.500 tahun Sebelum Masehi bersentuhan dengan budaya penutur Austronesia yaitu pengenalan akan bercocok tanam padi-padian dan jewawut. Dan dalam konteks perkembangan kebudayaan tradisi neolitik di kawasan regional Asia Tenggara telah mengembangkan corak kebudayaan setempat, salah satunya yaitu situs perbengkelan neolitik Ngrijangan, Punung, Pacitan, Jawa Timur (Suprapta, 2016:141).

Revolusi masa bercocok tanam ini sudah didapati benih-benih nya di dalam masa sebelumnya tetapi baru benar-benar terjadi dengan hebat pada masa ini, dengan datangnya arus kebudayaan baru yang jauh lebih tinggi tingkatannya. Revolusi masa bercocok tanam adalah perubahan pola kehidupan yang awalnya food gathering (mengumpulkan makanan) menjadi food producing (memproduksi makanan) (Soekmono, 1973:49).

Food producing di sini memungkinkan bahwa manusia prasejarah sudah bertempat tinggal tetap. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya gerabah yang tidak pernah ditemukan pada masa sebelumnya di daerah Kendenglembu, Jawa Timur yaitu berupa kereweng dan periuk. Juga ditemukan benda peninggalan kebudayaan megalitik. Perkakas rumah tangga dan artefak kebudayaan megalitik ini menandakan bahwa manusia sudah hidup menetap. Hidup menetap di suatu tempat memberi kemungkinan perkembangan penduduk yang pesat.

Pada masa bercocok tanam ini diperkirakan anak-anak dan para wanita mulai mendapat tempat dalam kegiatan tertentu. Berdasarkan hasil-hasil temuan fosil manusia di beberapa negara Asia Tenggara, dapat diperkirakan bahwa penduduk masa bercocok tanam di Indonesia bagian barat memiliki banyak unsur Mongoloid. Keadaan di Indonesia bagian timur berlainan. Sampai sekarang daerah tersebut terutama bagian Selatan dan timur lebih dipengaruhi oleh unsur-unsur Australomelanesid (Soejono dkk, 2010:204-205).

Di antara alat-alat batu yang paling menonjol dari masa bercocok tanam di Indonesia adalah kapak persegi. Penemuannya meliputi hampir seluruh kepulauan Indonesia di bagian barat. Di luar Indonesia alat semacam ini ditemukan juga di Filipina, Vietnam, Malaysia, Cina, Thailand, Jepang, Polinesia, Taiwan dan Khmer (Soejono dkk, 2010:207). Selain kapak persegi penemuan Pada masa ini juga ditemukan benda-benda seperti kapak lonjong, perhiasan dari batu, tembikar, dan alat pemukul kulit kayu yang digunakan untuk memipihkan kulit kayu, nantinya kulit kayu tersebut akan dijadikan sebagai pakaian.

Pada masa neolitik ini juga berkembang dengan pesat sebuah kebudayaan batu besar (megalitik). Kebudayaan megalitik adalah tradisi mendirikan bangunan atau objek megalitik yang selalu didasarkan atas kepercayaan akan adanya hubungan antara orang yang masih hidup dengan orang yang telah mati. Dayaan megalitik ini sangat erat hubungannya dengan sistem kepercayaan masyarakat pada masa bercocok tanam.

Sebenarnya benih-benih kebudayaan megalitik ini sudah ada pada masa sebelumnya, akan tetapi baru berkembang secara pesat pada masa bercocok tanam. Manusia sudah mulai menyadari bahwa ada kekuatan yang lebih besar di luar diri mereka. Roh dari seseorang yang telah meninggal dianggap bersemayam pada objek yang didirikan (Suprapta, 1991:71). Benda-benda peninggalan yang berkaitan dengan tradisi megalitik yang berhasil ditemukan di antaranya adalah menhir, dolmen, sarkofagus, kubur batu, punden berundak, dan arca-arca.