Kebudayaan Manusia Zaman Batu Muda (Neolitik)
Gambar: ilustrasi manusia zaman Neolitik
Sumber: libcom.org (via kompas.com)

Neolitik berasal dari kata Neo yang artinya baru dan Lithos yang artinya batu. Neolitik berarti zaman batu baru/muda. Pada zaman batu baru/ muda, kehidupan manusia purba sudah berangsur-angsur hidup menetap tidak lagi berpindah-pindah. Manusia pada zaman ini sudah mulai mengenal cara bercocok tanam meskipun masih sangat sederhana, selain kegiatan berburu yang masih tetap dilakukan. Manusia purba pada masa neolitik sudah bisa menghasilkan bahan makanan sendiri atau biasa disebut food producing.

Peralatan yang digunakan pada masa neolitik sudah diasah sampai halus, bahkan ada peralatan yang bentuknya sangat indah. Peralatan yang diasah pada masa itu adalah kapak lonjong dan kapak persegi. Di Jawa Timur dan Sulawesi Selatan ada yang telah membuat mata panah dan mata tombak yang digunakan untuk berburu dan keperluan lainnya.

Perkembangan penting pada zaman batu muda adalah banyak ditemukannya kapak lonjong dan kapak persegi dengan daerah temuan yang berbeda. Kapak persegi banyak ditemukan di wilayah Indonesia bagian Barat, seperti Sumatra, Kalimantan, Jawa, dan Nusa Tenggara. Adapun kapak lonjong banyak ditemukan di wilayah Indonesia bagian Timur, seperti Sulawesi, Halmahera, Maluku, dan Papua.Perbedaan daerah temuan kapak persegi dan kapak lonjong tersebut diperkirakan karena daerah penyebaran kapak persegi dan kapak lonjong bersamaan dengan persebaran bangsa Austronesia, sebagai nenek moyang bangsa Indonesia yang datang sekitar 2000 SM (Soejono dkk, 2010).

Di akhir masa neolitik, ada kebudayaan mengenai kepercayaan. Kebudayaan ini disebut juga kebudayaan megalitik (batu besar).  Zaman batu besar diperkirakan berkembang sejak zaman batu muda (neolitik) sampai zaman logam (paleometalik). Ciri utama pada zaman megalitik adalah manusia yang hidup pada zamannya sudah mampu membuat bangunan-bangunan besar yang terbuat dari batu. Banyak terdapat bangunan-bangunan besar terbuat dari batu ditemukan khususnya yang berkaitan dengan kepercayaan mereka seperti sarkofagus, kubur batu, punden berundak, arca, menhir, dan dolmen (Soejono dkk, 2010).

Berikut merupakan hasil kebudayaan megalitik beserta ciri dan fungsinya serta tempat ditemukannya (Soejono dkk, 2010):

  1. Sarkofagusadalah bangunan batu besar yang dipahat menyerupai mangkuk, yakni terdiri atas dua keping yang ditangkupkan menjadi sepasang (satu sisi untuk bagian bawah dan sisi lain sebagai penutupnya). Sarkofagus berfungsi sebagai peti jenasah. Banyak ditemukan di daerah Bali.
  2. Menhiradalah bangunan berupa tiang atau tugu batu yang berfungsi sebagai tanda peringatan dan melambangkan kehormatan terhadap arwah nenek moyang. Adapun tempat ditemukannya di Paseman Sumatra Selatan dan Sulawesi Tengah.
  3. Dolmenadalah bangunan berupa meja batu yang berfungsi sebagai tempat meletakan sesaji dalam pemujaan terhadap roh nenek moyang. Adapun tempat ditemukannya di Cipari Kuningan, Pasemah dan Nusa Tenggara.
  4. Punden berundak-undak adalah  bangunan berupa susunan batu bertingkat yang menyerupai bangunan candi, yang berfungsi sebagai tempat pemujaan. Ditemukan di Lebak Sibedug dan Bukit Hyang Jawa Timur.
  5. Arca Batu adalah bangunan berupa patung manusia dan binatang yang berfungsi sebagai bentuk penghormatan terhadap tokoh yang disukai, ditemukan di daerah Lampung, Pasemah, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
  6. Pandhusa, benda ini berupa meja batu yang kakinya tertutup rapat berfungsi sebagai kuburan, ditemukan di Bondowoso dan Besuki Jawa Timur.
  7. Kubur batu adalah peti yang terbuat dari batu berbentuk kotak persegi panjang, yang berfungsi sebagai tempat menyimpan jenazah. Kubur batu banyak ditemukan di Bali, Pasemah (Sumatra Selatan), Wonosari (Yogyakarta), Cepu (Jawa Tengah), dan Cirebon (Jawa Barat).
  8. Waruga, yaitu kubur batu berbentuk kubus atau bulat yang terbuat dari batu besar yang utuh. Waruga banyak ditemukan di Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah.
  9. Arca atau patung, yaitu bangunan batu berupa binatang atau manusia yang melambangkan nenek moyang dan menjadi pujaan. Peninggalan ini banyak ditemukan di Pasemah (Sumatra Selatan) dan lembah Bada Lahat (Sulawesi Selatan).